Friday, June 10, 2016

Bangsaku Menulis - 3 halaman

                          BANGSAKU MENULIS

Abstract
Adakah cara lain untuk menumbuhkan budaya menulis selain dari menggugah masyarakat  melalui tulisan tentang ‘ menulis’ itu sendiri? Nah, inilah tujuan dari tulisan ini. Penulis ingin agar menulis - setelah membaca – menjadi budaya bangsa kita. Menulis adalah sebuah skill yang dapat dikatakan sebagai multi skill. Menulis membutuhkan secara berimbang kemampuan otak kiri dan kanan. Kemampuan menulis pada dasarnya sangat memengaruhi kemampuan belajar anak didik. Pada akhirnya dapat dikatakan, kemajuan pendidikan suatu bangsa ditentukan oleh kemampuan menulis masyarakatnya. Sayangnya kurikulum pendidikan di Indonesia belum mendukung terciptanya skill menulis. Tulisan ini adalah hasil dari keisengan penulis dalam memmerhatikan kata dan kalimat pada banyak media komunikasi seperti papan reklame, papan pengumuman, surat  resmi di kantor, laporan penelitian mahasiswa magang, dan termasuk text di TV. Penulis juga mencari referensi  melalui studi kepustakaan. Dengan segala kekurangan sistem pendidikan di Indonesia, tidak berarti masyarakat tidak perlu berupaya untuk menumbuhkan kemahiran menulis. Terdapat suatu cara untuk memasyarakatkan budaya menulis yaitu dengan membentuk komunitas menulis. Komunitas tersebut sebaiknya melakukan beberapa kegiatan yang terkait dengan kepenulisan. Komunitas menulis dapat saja dibuat off line atau online. Salah satu yang online adalah Komunitas Menulis Online Indonesia.

Pendahuluan
Berikut ini adalah beberapa kejadian yang penulis alami sehubungan dengan tulis menulis di masyarakat.
Di sebuah jalan di Bandung, penulis menemukan papan nama di sebuah gedung,bertuliskan "Ujang Pintu". Kata itu ditulis besar di sebuah pintu pagar  yang bisa didorong. Di balik pagar itu ada ruko yang menjual pintu pagar dengan segala perlengkapannya. Penulis paham bahwa Ujang Pintu bukan berarti Ujang yang berwujud pintu. Itu artinya toko pintu yang diberi nama Ujang. Pemiliknya mungkin bernama Ujang.
Kebiasaan memberi nama toko atau usaha seperti itu tampaknya mengadaptasi secara mentah-mentah konsep MD (menerangkan diterangkan) pada bahasa Inggris. Di tempat asal bahasa itu, adalah wajar penamaan sebagai Lisa`s Bakery atau Kim`s Garage. Namun ketika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, malah salah, menjadi Lisa Bakery dan  Kim Bengkel. Seharusnya Bengkel Kim atau Toko Roti Lisa.
Penulis juga menemukan sebuah kata  di hampir setiap bis besar dan mobil travel. Biasanya kata itu dituliskan di bagian atas kaca depan atau di kaca belakang. Kata itu adalah `pariwisata`, dituliskan sendiri tanpa disandingkan dengan kata `bis`.  Apakah yang dimaksud dengan pariwisata, adalah benda besar berbentuk kotak, yang beroda dan bisa berlari kencang itu?  Entahlah.
Kesalahan berbahasa tidak hanya menimpa masyarakat umum. Perusahaan besar sekalipun bisa khilaf dalam soal ini. Di sebuah BUMN penulis menemukan kekeliruan bahasa juga yang sayangnya sudah jadi semacam brand. Ada akronim  SOPP, singkatan dari Sistem Online Payment Point. Setelah diutak-atik ternyata seharusnya: Online Payment Point System.
Tersebutlah sebuah acara di TV dengan judul Yuk Keep Smile, disingkat YKS. Acara tersebut cukup terkenal dan ditayangkan oleh stasiun besar (apakah acara itu masih ada?). Tetapi perusahaan penyiaran sebesar itu terlewat memerhatikan aspek bahasa. Seharusnya YKS itu singkatan dari Yuk Keep Smiling.
Lain yang terjadi di dunia bisnis, lain pula yang ada di dunia mahasiswa.  Beberapa bulan yang lalu,  di kantor, penulis kebagian tambahan tugas, menjadi mentor bagi mahasiswa yang magang.. Output yang harus dihasilkan peserta magang adalah laporan magan, yaitu laporan mirip skripsi tetapi lebih sederhana. Karena penulis harus membubuhkan tanda tangan di laporan magang itu maka sudah merupakan konsekwensi logis bahwa penulis harus membaca laporan tersebut.
Baru bab satu, penulis sudah uring uringan dengan pembagian sub bab,  pokok pikiran pada sebuah paragraph,  dan penggalan kalimat. Terdapat kecenderungan, satu paragraf berisi satu kalimat yang sangat panjang yang tak jelas mana induk kalimat dan mana anaknya. Tanda koma bertebaran di sepanjang kalimat itu.Inilah dialog yang sempat terjadi antara penulis dengan mahasiswa tersebut:
“ Kalimat ini dibuat sendiri atau dari sumber lain?" Penulis membaca sebuah kalimat yang "terlalu canggih".
Jawabnya tenang “Itu saya copy paste dari e-book". Dia malah menambahkan “Hampir semuanya saya copy paste dari e-book, artikel di web atau buku wajib, Bu".
"Sebaiknya kan memakai kalimat sendiri". Penulis masih memakai kata “sebaiknya”.
"Kan susah Bu, bikin kalimat" katanya sambil nyengir. Tak ada rasa bersalah sedikit pun.
“Copy paste tanpa menyebutkan sumber, adalah tindakan kriminal”.
"Masa sih Bu...Di kampus oke oke aja" jawabnya lugu.
Demikianlah beberapa symptom masalah berbahasa bangsa ini.

Data
Symptom tersebut di atas didukung oleh beberapa data berikut. Salah satu kelemahan ilmuwan di Indonesia adalah lemahnya kemampuan menulis. Hal ini diungkapkan Suryadi Ismadji, penerima Penghargaan Achmad Bakrie XIII 2015 Untuk Negeri Kategori Sains.
Kemampuan lain yang berhubungan dengan kemampuan menulis adalah membaca. Kedua kemampuan tersebut disatukan dalam istilah ‘literasi’. Beberapa lembaga di dunia telah melakukan penelitian tentang literacy rate.
Menurut Programme for International Student Assessment (PISA), tingkat literasi Indonesia adalah 64 dari 65 negara yang disurvey alias jawara dua dari bawah. Bandingkan dengan Vietnam yang juara 20, dari atas.  Menurut UNESCO indeks minat baca Indonesia adalah 0,001, artinya hanya 1 di antara 1000 orang Indonesia yang hobi membaca. UNDP bercerita lain, yaitu angka melek huruf Indonesia 65,5 sementara Malaysia 86,4.
Sementara, menurut hasil penelitian Central Connecticut State University, Amerika Serikta tingkat literasi yang tinggi terdapat di Negara maju. Sepuluh Negara dengan literacy rate tertinggi tersebut adalah, Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, Swedia, Swiss, Amerika Serikat, Jerman, Latvia dan Belanda.













No comments:

Post a Comment