Saturday, February 11, 2017

BADUT

Takut badut, itulah yang terjadi pada keponakanku. Alih alih minta berfoto bersama, dia malah menghindar kemudian menatap nanar pada wajah sang badut.

Sekitar dua tahun lalu aku berkesempatan jalan jalan ke Bukittinggi dengan keponakanku. Perjalanan itu atas permintaan keponakanku yang ingin melihat gajah. Di Padang tidak ada gajah karena tidak ada kebun binatang. Gajah baru bisa ditonton jika ada sirkus. Kalaupun ada, gajah yang dilihat keponakanku adalah gajah berwarna pink di buku cerita yang aku  bacakan untuknya. Itupun masih dipertanyakannya apakah gajah itu sama dengan eskavator. Ketika itu keponakanku berumur 4 tahun.

Singkat cerita kami akhirnya selesai melihat gajah asli. Kami kemudian jalan jalan di sekitar Jam Gadang.  Tempat itu adalah pusat keramaian seperti Alun Alun Bandung. Bedanya Walikota Bukittinggi belum berhasil menaklukkan pedagang kaki lima di sana sebagaimana Kang Emil di Bandung. Segala jualan ada di pelataran Jam Gadang. Termasuklah beberapa badut sedang "menjajakan diri". Ada yang berbentuk Mickey, "pacarnya" Minnie, Winnie the Pooh dan tokoh anak ayam berwarna kuning. Lupa aku namanya.

Bagiku, sebagai orang dewasa, melihat badut itu. cukup menjadi hiburan. Terutama melihat si Mickey yang dalam "dunia nyatanya" merupakan tikus yang "gentleman" lagi smart.

Tetapi tidak bagi keponakanku.
"Coba berdiri di sebelah si Mickey" kataku kepada keponakanku sambil mengeluarkan hpku yang berkamera.   Dia diam saja, berdiri tegap di tempatnya. Si badut yang aku sudah bertransaksi dengannya untuk beberapa shot, menghampirinya, berjongkok dan memgulurkan tangannya yang super besar. Demi melihat tangan super besar itu keponakanku langsung balik kanan berjalan cepat ke arahku yang sedang mengambil kuda kuda untuk memotonya. Si badut tahu diri, tidak mendekatinya.

"Kenapa" tanyaku padanya.
"Olin takut" jawabnya sambil melihat dari kejauhan si Mickey. Penglihatannya tampak fokus pada wajah Mickey yang selalu always, kapan saja di mana saja, tersenyum lebar.   Aku tak bertanya lebih jauh penyebab rasa takutnya. Apakah keponakanku takut pada senyum Mickey yang memang tampak tidak mempunyai ruh itu? Entahlah.

Bandung, 28 Sept 2015
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment