Monday, October 9, 2017

ASTUTI

Dengan terseok seok, bis yang tadinya mogok di atas jembatan akhirnya berpindah ke loket bis di sebuah jalan di Bekasi. Tempat itu dikatakan terminal, bukan. Karena wujudnya hanya berupa parkiran bis di pinggir jalan.  Faktanya, loket segala nama bis tujuan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera, tumplek di situ. Alhasil, puluhan bis dan banyak sekali orang membuat tempat itu seperti, ya seperti terminal.    Inilah negeriku tercinta, di mana banyak hal bisa tertukar.

Tak ada cara lain yang lebih pantas untuk diri ini selain segera keluar dari bis, karena di dalam bis sudah sangat panas. Aku berbaur dengan kerumunan. Udara Bekasi dan banyaknya orang, sebenarnya sama membuat panas.

Setiap orang berusaha menghibur diri dalam suasana demikian. Segala sesuatu diusahakan untuk dijadikan tempat duduk. Kursi di dalam setiap loket, paling hanya memuat belasan orang. Akhirnya ada yang duduk di tangga ruko loket, di atas motor yang diparkir, di atas koper dan  kardus bawaan. Sisanya berdiri dan ini yang paling banyak. Termasuk diriku.

Bis yang kutumpangi, yang mogok, dibukalah bagian belakangnya. Orang orang yang berdiri, memanfaatkan kesempatan ini untuk mengerubungi mesin legam yang terbuka. Sekalian juga memperhatikan diskusi (lebih tepatnya teriakan) di antara crew bis yang desperate dengan tingkah mesin buatan Jerman itu. Terdengarlah kata "kompresor" olehku, disebut oleh salah seorang di antara mereka.  Entah ini binatang jenis apa.

"Ya, mekanik yang di Bogor akan datang". Sang kernet dengan baju kotor penuh minyak mesin seakan membuat press release.

"Dari Bogor? Berapa lama lagi?" salah seorang di antara kami penumpang nyelutuk. Namun hanya sampai di situ. Tidak ada kalimat tajam berikutnya. Aku perhatikan dalam suasana bermasalah seperti ini, semua penumpang relatif maklum. Mungkin karena tidak ada pilihan lain. Mungkin juga karena berempati pada crew bis yang sudah berusaha. Minimal tampak berteriak teriak di telepon, komplain ke kantor pusatnya.

Menunggu tak selalu menjadi pekerjaan yang membosankan. Ada saja hal yang membuat tertawa. Di tengah kerumunan itu berteriaklah seorang laki-laki bersuara lantang. Pantaslah dia diberi jabatan itu karena suaranya. Dia penghitung atau pengecek penumpang.
"Astuti, Astuti, Astutiiiiiiiiii......!!!" Teriaknya.

"Semarang, Jogja, Solo " beberapa petugas yang lain meningkahi dengan meneriakkan nama beberapa kata di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka bersahut sahutan mengandalkan kekuatan suara masing - masing. Tidak ada loud speaker.

"Astuti, oh ...Astuti" Si peneriak Astuti mulai putus asa. Mimiknya sedih seperti orang kehilangan. Tinggal si Astuti yang belum hadir. Bis akan diberangkatkan. Dia berusaha berteriak sambil mondar mandir dari pintu bis ke kerumunan orang di depan loket. Suaranya mulai serak.

Ketika sedang di dekat badan bis, seorang perempuan muda muncul dengan anteng.  Serta merta sang peneriak berkata "Iki toh wonge!!!" serta beberapa kalimat bahasa Jawa yang aku tidak mengerti. Walau aku tak paham, aku tetap bisa menangkap nada ceria di balik keras suaranya. Orang orang di sekitarnya yang mendengar, tertawa. Termasuk aku dan beberapa ibu yang mendengar dan melihat dari kejauhan.

Bekasi, 02 07 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment