Saturday, November 11, 2017

KOTA YANG ISLAMI

"If you are in Qatar, you are one of us. Help us preserve Qatar`s culture and values" (jika Anda di Qatar, Anda adalah bagian dari kami. Tolong kami dalam menjaga budaya dan nilai-nilai Qatar).  Itu adalah salah satu himbauan untuk para turis dari pemerintah Qatar. Di atas tulisan tersebut terdapat beberapa contoh cara berpakaian laki-laki maupun perempuan yang  diberi tanda silang alias tidak diperbolehkan. Tiga gambar adalah gambar wanita memakai celana panjang dengan tank top, celana panjang dengan  baju  lengan pendek dan celana panjang dengan blouse model baby doll lengan "you can see". Satu gambar adalah laki laki bercelana panjang dengan atasan "cukup singlet saja".

Himbauan tersebut, asal muasalnya adalah banyaknya pelancong asing, terutama wanita dari negara barat yang memakai legging dan baju "seadanya". Sebagaimana kita ketahui, legging adalah celana panjang super ketat, berbahan elastis, dan agak tipis.

Yang patut diacungi jempol adalah keberanian pemerintah Qatar untuk mengeluarkan larangan tersebut. Alasannya sangat tegas: melindungi kebudayaan dan nilai-nilai Qatar. Kita sudah mahfum bahwa nilai-nilai tersebut pastilah nilai-nilai Islam.

Aku sendiri belum mendapatkan tulisan, bagaimana reaksi para wisatawan yang mengunjungi Qatar. Yang jelas kunjungan turis ke sana tidak berkurang gara-gara aturan berpakaian itu.  Apakah ada di antara mereka yang mengangkat issue "pelanggaran hak asasi manusia" gara-gara terhambat dalam mengekspresikan diri (baca mengekspos diri) ? Atau adakah yang mempermasalahkan "hal yang sifatnya privat, dibawa ke ruang publik"? Atau adakah yang berargumen "badan ya badan gue, terserah gue"? Atau " Dasar lo aja yang ngeres, ngeliat gue pakai baju kayak gini". Atau "Dasar Islam, tidak punya toleransi!" Atau, beberapa kalimat lain yang biasa disampaikan anak negeri tercinta ini, ketika aturan berhijab dibicarakan.

Sesungguhnya pemerintah suatu negeri sah sah saja membuat peraturan untuk kenyamanan di negeri yang dipimpinnya. Bukankah pemerintah kota Bangkok mengharuskan pengunjung istana untuk menutup betis dengan sarung yang sudah disediakan? Bukankah pada hari raya Nyepi, pengunjung Bali tidak bisa bertransaksi? Bukankah para TKW Indonesia harus menutup tubuh mereka dengan pakaian hitam longgar selama berada di Arab Saudi. Jika akan membeli rokok di Melbourne, calon pembeli harus menunjukkan ID card sebagai bukti bahwa dia sudah berumur 18 tahun atau lebih.

Yang jadi masalah adalah anak negeri ini yang notabene muslim, justru mengomentari negatif peraturan yang bertujuan melanggengkan nilai Islam. Lihat betapa banyak yang dengan senang hati menyambut perintah Ahok tentang larangan sekolah negeri untuk mewajibkan jilbab pada murid wanita.

"Iya bener. Jilbab kan urusan pribadi. Ngapain siiiih sekolah pake ngatur-ngatur".

"Percuma berjilbab mah kalo mulutnya masih bawel".

"Aaa..kh dia itu biar berjilbab, pacarannya kenceng!"

Lihat juga tentang pengaturan penjualan minuman keras. Aturan penjualannya sempat menjadi debat panjang ketika itu. Tetapi sampai saat ini tidak ada yang mempermasalahkan cara penjualan kondom di warung-warung dan di retailer ternama di perkampungan penduduk.

Bagai panci bertemu tutup, itulah yang terjadi pada umat Islam di Jakarta yang "kejatuhan duren" pemimpin seperti Ahok. Pemimpin itu sebagaimana yang dipimpin. Ahok adalah hasil pilihan warga Jakarta, bukan?

Lantas, kapan akan tercipta kota yang islami itu?

Bandung, 17 06 2016
Lisa Tinaria

No comments:

Post a Comment